Langsung ke konten utama

Signalkepri

Peran MTQ Untuk Mengembangkan Dan Membumikan Al Quran Di Tengah Masyarakat, Mahdi Mewakili Keuchik desa Rheum barat.

Signalkepri.com 22Desember 2024 Mahdi ketua Tuhapeut Desa Rheum barat mewakili PJ Keuchik Desa rheum barat menyampaikan bahwa Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) merupakan ajang yang penting untuk umat Islam, dalam hal menjaga Al Quran sesuai dengan konteks kekinian. Mahdi menambahkan MTQ juga berperan untuk mengembangkan pemahaman dan membumikan Al Quran di tengah masyarakat, terutama bagi umat Islam, MTQ didesa Rheum Barat ini kita jadikan ajang untuh melatih keberanian Anak kita di desa ini agar berani tampil  didepan Masyarakat. MTQ memiliki dimensi yang luas sehingga bisa berperan untuk lintas sektor.MTQ ini bukan hanya keagamaan tapi juga politik, ekonomi, sosial, peradaban. MTQ ini juga untuk menjaga Al  Quran, ayat keilmuan maupun nilai seninya. Mahdi dalam sambutannya. PJ Keuchik Desa Rheum barat memiliki komitmen untuk mengembangkan bakat anak yang  berprestasi untuk mejdikan mereka sebagai Generasi yang Qurani di desa Rheum Barat nantinya, M...

Menyambut Hari Pergantian Presiden Republik Indonesia


Signalkepri.com
(dari Presiden Joko Widodo kepada Presiden Prabowo Subianto)


Sumbangan    Rakyat    ACEH  kepada   REPUBLIK  INDONESIA


Daerah Aceh merupakan daerah yang tidak pernah dikuasai oleh musuh dan merupakan modal utama Republik Indonesia dalam perjuangan kemerdekaannya.  Pernyataan ini didukung kenyataan, bahwa satu-satunya  daerah yang dalam wilayah Republik Indonesia pada waktu itu tidak pernah diduduki oleh Belanda adalah daerah Aceh.  

Hal ini pulalah yang dijadikan modal utama utusan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KBM) di Den Haag itu, yakni masih memiliki wilayah bebas penguasaan Belanda.

Selain itu ucapan Presiden di atas berhubungan dengan berbagai sumbangan yang telah diberikan rakyat Aceh kepada perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya, seperti sumbangan sebuah pesawat. 

Mengenai antusias rakyat Aceh dalam membantu pembelian pesawat udara ini di ceritakan oleh beberapa informan, bahwa rakyat begitu rela pintu rumah mereka digedor di waktu malam hari bagi mnyumbang sebagian dari emas atau barang lainnya demi untuk negara. 


Pesawat yang dibeli dengan sumbangan rakyat Aceh ini diberi nama “Seulawah” yaitu nama sebauah gunung yang terdapat di perbatasan Aceh Besar dan Kabupaten Pidie, dan pesawat ini diberi nomor RI-001.

Bahwa uang yang disumbangkan rakyat Aceh untuk membeli pesawat udara jenis Dakota tersebut cukup untuk dua pesawat. Namun sebuah di antaranya masih merupakan teka-teki, karena menurut kenyataan yang ada hanya sebuah pesawat (RI-001).

 Menurut A. Hasjmy, bahwa penyelewengan ini dilakukan di Singapura, tetapi pelakunya belum diketahui. Namun sebuah sumber lain menyebutkan bahwa pesawat yang satu lagi telah dihadiahkan kepada pemerinyah Birma, sebagai tanda terima kasih atas semua fasilitas yang diberikan kepada perwakilan Garuda beroperasi di Birma.  

Pada mulanya pesawat ini merupakan jajaran dalam angkatan udara Republik Indonesia dan rute luar negeri yaitu Birma dan Calkutta. Sedangkan fungsinya di dalam negeri selain dapat menjembatani pulau Sumatera dan Jawa  juga untuk menerobos blokade Belanda menerbangkan tokoh-tokoh politik bangsa Indonesia.

Kemudian pada tanggal 26 Januari 1949 RI-001 menjadi pesawat komersil yang dicarter oleh Indonesia Airways, yang kemudian dikenal dengan Garuda Indonesia Airways. Adapun menagernya yang pertama adalah Wiweko Supeno.  


Selain telah menyumbang pesawat udara untuk kepetingan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya, rakyat Aceh juga menyumbang kepada pemerintah Republik Indonesia berupa senjata, makanan, pakaian dan lain-lain untuk membantu perjuangan menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur. 

Pada tahun 1948 rakyat Aceh telah mengirimkan ke daerah Medan Area sebanyak 72 ekor kerbau.  


Peranan Radio Rimba Raya.
 Salah satu modal perjuangan Bangsa Indonesia pada masa perang kemerdekaan adalah alat komunikasi yaitu radio Rimba Raya. Sejak masa awal perang kemerdekaan 1946 daerah Aceh telah memiliki sebuah pemancar radio yang ditempatkan di Kutaraja.

 Dalam perkembangan selanjutnya dalam tahun1947 ditambah sebuah pemancar lagi yang ditempatkan di Aceh Tengah dan dikenal dengan Radio Rimba Raya. Kedua pemancar ini telah memegang peranan cukup besar pada masa perang kemerdekaan sehingga sarana ini dapat dikatakan Modal perjuangan Bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya. 


Mengenai Radio Republik Indonesia, Kutaraja pertama kali mengumandang di udara pada tanggal 11 Mei 1947 dengan kekuatan 25 watt melalui gelombang 68 meter. Jangkauan siarannya hanya sekitar Kutaraja, namun dalam perkembangannya tahun 1947 radio ini berhasil dikembangkan menjadi 100 watt, yang jangkauan siarannya sampai ke kota Medan dan Bukit Tinggi. 

Selanjutnya pada bulan April 1948 Radio ini dikembangkan lagi hingga menjadi 325 watt dan mengudara melalui gelombang 33,5 meter dan penyiarannya sudah dapat ditangkap di luar negeri. 

Ketika Dewan Keamanan Perserikatan  Bangsa-bangsa (PBB)  bersidang membicarakan masalah pertikaian antara Republik Indonesia dengan Belanda, Radio Republik Indonesia Kuta Raja ini  berulang-ulang mengadakan siaran  dengan menyiarkan hasrat/keinginan dan tekad bangsa Indonesia dalam mempertahankan  kemerdekaannya. 


Mengenai Radio Rimba Raya berbeda dengan Radio Republik Indonsia Kutaraja. Pemancar Radio Rimba Raya ini mempunyai kekuatan cukup besar, yaitu 1 kilowatt yang dikelola oleh Devisi X TNI yang dipimpin oleh Kolonel Husen Yusuf. 

Menurut catatan Sendam I Iskandar Muda dalam buku Dua Windu Kodam I Iskandar Muda, Radio Rimba Raya  berasal dari seberang Selat Malaka; oleh Tentara Nasional Indonesai (TNI) diseludupkan ke Aceh dengan menggunakan Speed Boat di bawah pimpinan mayor John Lie. 


Pemancar ini pertama sekali dipasang di Krueng Simpo sekitar 20 km dari kota Takengon, kemudian atas perintah Gubernur Militer radio ini dipindahkan ke Cot Gue (Kutaraja). 

Lalu dipindahkan lagi ke Aceh Tengah karena para pemimpin memperkirakan bahwa pada gilirannya Belanda akan menyerbu ke Aceh. Radio ini di tempatkan di sebuah gunung yang dikenal dengan Burmi Bius yang letaknya 10 km di bagian barat kota Takengon.

Dalam waktu singkat sesuai dengan suasana yang mencekam dan kebutuhan mendesak; pemancar radio Rimba Raya selesai dibangun yang dikerjakan oleh W. Schultz seorang warga negara RI keturunan Indonesia-Jerman bersama rekannya.

 Maka semenjak itulah ketika pemancar-pemancar utama di berbagai kota tidak mengudara lagi karena dikuasai Belanda, maka  Radio Rimba Raya mengisi kekosongan ini dengan hasil yang baik sekali. 

Ketika radio Batavia dan  Radio Hilversum memberitakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi; karena setelah Yogyakarta dapat direbut disusul pula dengan jatuhnya daerah-daerah kekuasaan Republik Indonesia lainnya.

Radio Rimba Raya membantah dengan tegas, yang menandaskan “Bahwa Republik Indonesia masih ada, Tentara Republik Indonesai masih ada, Pemerintah Republik Indonesia masih ada, dan wilayah Republik Indonesia masih ada.”

Dan di sini, adalah Aceh, salah satu wilayah Republik Indonesia yang masih utuh sepenuhnya”; kata siaran radio tersebut. Berita ini dikutip oleh All India Radio kemudian menyiarkan lagi, sehingga dunia pun mengetahui kebohongan Belanda. 



KESIMPULAN

Berdasarkan hasil isi paper di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 

1) Aceh merupakan salah satunya wilayah Republik yang setia pada pemerintah Indonesia. Daerah Aceh merupakan Modal utama dalam perjuangan kemerdekaann Republik Indonesia karena tidak pernah dikuasai oleh musuh dan masih utuh sepenuhnya. 

2) Aceh juga merupakan  daerah yang selalu menyumbang atau selalu memberi bantuan kepada Republik Indonesia baik berupa senjata, makanan, dan pakaian untuk membantu perjuangan dalam menegakkan kemerdekaan. 

3) Unsur ajaran Islam berupa semangat jihad fisabilillah atau perang di jalan Allah sangat berperan dalam perang kemerdekaan Indonesia di Aceh. Hikayat Prang Sabi, yang mendorong rakyat Aceh melawan Belanda pada Zaman Perang Belanda dahulu; juga bergema kembali pada era perang kemerdekaan Indonesia.


Tambeh: Kini, Provinsi Aceh mendapat julukan daerah paling miskin di Sumatra, dan nomor 5 termiskin di Republik Indonesia;  yang telah dibina serta dibelanya dengan teramat sungguh-sungguh, maka patut dan pantaslah Pemerintah Pusat Republik Indonesia membangun kesejahteraan bagi Rakyat Aceh.

Bagaimana caranya?.
Tentu  tak perlu  saya mengajari  ikan berenang dan hidup di dalam air!.

Bale Tambeh: Aleuhad, 20 Oktober 2024, poh 09.59 WIB.
(T.A. Sakti)

Komentar